Sabtu, 30 April 2016

Penggelapan Pajak

   Penggelapan Pajak (Tax Evasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal), misalnya :
tidak melaporkan sebagian penjualan
memperbesar biaya dengan cara fiktif
memungut pajak tetapi tidak menyetor
DJP sebagai otoritas pajak di Indonesia dalam melaksanakan tugasnya mempunyai dua fungsi besar yaitu fungsi pelayanan dan fungsi penegakkan hukum. Contoh pelayanan adalah memberikan pelayanan pendaftaran NPWP, Pengukuhan PKP, Sosialisasi Perpajakan dan lain-lain. Selain fungsi pelayanan tersebut, DJP juga melakukan penegakkan hukum bagi pelanggar hukum pajak:
  1. Penegakkan hukum ringan (Soft Law Enforcement) dikenakan atas pelanggaran yang bersifat administrasi, yaitu berupa denda dan/atau bunga (sanksi administrasi umum), misalnya telat lapor SPT tahunan Orang pribadi dikenakan denda Rp. 100.000,-
  2. Penegakkan hukum berat (Hard Law Enforcement) dikenakan atas tindak pidana perpajakan, sanksi yang dikenakan adalah sanksi administrasi khusus dan sanksi pidana.

Berikut ringkasan beberapa pasal dalam KUP yang dikenakan atas tindak pidana perpajakan diantaranya:

Pasal 38:
 Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali), dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.

Pasal 39 Ayat (1)Perbuatan sengaja :
·         Tidak mendaftarkan diri;
·         Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
·         Tidak menyampaikan SPT;
·         Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap;
·         Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
·         Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan;
·         Tidak menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
·         Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal 28 ayat (11) UU KUP;
·         Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Penjara minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda minimal 2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak  yang terutang/kurang dibayar

Pasal 39 ayat (2) Pengulangan perbuatan Pidana; Ancaman Pidana sebagaimana dimaksud (Pasal 39 Ayat (1)) dilipatkan dua, Dengan syarat belum lewat satu tahun selesai menjalani pidana, melakukan lagi Tindak Pidana

Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana, Percobaan :
·                     Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP.
·                     Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
(Dalam rangka mengajukan restitusi atau kompensasi atau pengkreditan pajak), sanksi Pidana Penjara Minimal 6 Bulan Maksimal 2 Tahun dan Denda Minimal 2 Kali Maksimal 4 Kali jumlah restitusi atau kompensasi atau pengkreditan pajak.

Pasal 39A Sengaja Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti potput, dan /atau SSP yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi pidana Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun Serta Denda Minimal 2 Kali Maksimal 6 Kali jumlah faktur pajak atau Potput atau SSP.

Pasal 41A Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta. (Pasal 35 ayat (1) UU KUP).

Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 41B : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :
·         Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 35 ayat (1) UU KUP) jika setiap orang dengan sengaja tidak memenuhinya, diancam pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
·         Setiap orang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban Pasal 35A ayat (1), pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
·         Setiap orang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda maks. Rp800.000.000,00
·         Setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.

Pasal 43: Penyertaan Perbuatan Pidana,
  1. Ketentuan sebagaimana  pasal 39 dan 39A berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan, turut serta melakukan, menganjurkan, membantu melakukan tindak pidana
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan 41B berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Pasal 40 : Daluarsa: Tindak Pidana di Bidang Perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau sepuluh tahun sejak:
·         saat terutangnya pajak, 
·         berakhirnya Masa Pajak, 
·         berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau 
·         berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan
Pasal 34: Rahasia Jabatan: 
Pejabat dan Tenaga Ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan atau pekerjaannya.

Kecuali pejabat dan tenaga ahli :
·         sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau
·         ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.
Sanksi karena :
  1. ALPA: Pidana kurungan selama-lamanya satu tahun, dan denda setinggi-tingginya  Rp25.000.000,00
  2. SENGAJA : Pidana Penjara selama-lamanya dua tahun, dan denda setinggi-tingginya  Rp50.000.000,00
Pasal 36A: Pegawai Pajak yang:
terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak, menguntungkan diri sendiri, diancam dengan pidana Pasal 368 KUHP;

dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya:
  1. memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, 
  2. untuk membayar atau 
  3. menerima pembayaran, atau 
  4. untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, 
diancam dengan pidana Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan perubahannya.

CONTOH KASUS : DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK OLEH PERUSAHAAN BAKRIE GROUP
Ada ungkapan big is beautiful. Tapi sepertinya ungkapan itu tidak seluruhnya benar. Hal ini seperti yang dialami PT Bumi Resources Tbk. Salah satu produsen tambang batu bara terbesar di Indonesia ini sedang pusing lantaran dituding menggelapkan pajak sebesar Rp2,1 triliun. LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai, jumlah itu membengkak menjadi Rp11,426 triliun setelah perusahaan diduga kurang membayar royalti pada periode 2003-2008.
Seperti diketahui, dugaan penggelapan pajak PT Bumi Resources Tbk, termasuk anak usahanya PT Arutmin Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebesar Rp2,1 triliun pada tahun 2007 itu tengah diproses oleh Polda Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Bedanya, untuk dugaan penggelapan pajak KPC tengah disidik Polda Kaltim. Lalu Polda Kalsel menyelidiki dugaan penggelapan pajak Arutmin. 

Koordinator Monitoring dan Analisa Anggaran ICW, Firdaus Ilyas mengatakan pembengkakan utang perusahaan tambang milik Aburizal Bakrie itu didapat setelah ICW menelaah data-data primer seperti laporan keuangan perusahaan, prospektus, laporan pada pemegang saham, data produksi serta penjualan batu bara perseroan. Data itu juga kami dapat dari hasil audit BPK. Lalu, setelah sejumlah dokumen tersebut diteliti, ditemukan dua kenakalan yang dilakukan perseroan. Pertama, ditemukan kekurangan setoran Dana Hasil Penjualan Batubara (DHPB) pada 2003-2008, mencapai AS$143,189 juta. “Tetapi, angka itu belum disesuaikan dengan laporan keuangan persero 2008 yaitu AS$608,178 juta.
Kedua, emiten berkode saham BUMI itu kurang membayar royalti periode 2003-2008 yang jumlahnya mencapai AS$477,299 juta. Alhasil, total kewajiban Bumi pada negara mencapai AS$1,228 miliar. Apabila menggunakan kurs Rp9.300, maka kewajiban BUMI mencapai Rp11,426 triliun. Atas dasar itu, ICW mendesak Departemen Keuangan memanggil dan memeriksa kantor akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan BUMI. Selain itu, Departemen Keuangan juga harus memanggil Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen ESDM. Soalnya, dari Direktur Jenderal ini,  bisa diketahui berbagai hal yang mempengaruhi penerimaan BUMI seperti harga batu bara.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sendiri tidak tinggal diam. Institusi yang bernaung di bawah Departemen Keuangan ini terus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tunggakan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie tersebut. Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo menegaskan, jika ingin penyidikan dihentikan maka Grup Bakrie harus membayar kewajiban lima kali lipat dari total tunggakan. Jadi, harus bayar denda 400 persen. Kalau ditambah pokok tunggakan, jadi 500 persen. Selain harus melunasi kewajibannya, ada prosedur lain yang harus ditempuh Grup Bakrie jika ingin penyidikan kasus ini dihentikan. “Mereka harus mengajukan permohonan ke Menkeu, kemudian dari Menkeu ke Kejagung untuk minta penghentian penyidikan”. Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
PMK yang berlaku sejak 18 Agustus 2009 itu menyatakan, proses penyidikan kasus tindak pidana bidang perpajakan dapat dihentikan melalui izin dari Menkeu, setelah wajib pajak (WP) melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayarkan atau yang seharusnya tidak dikembalikan serta setelah membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali dari pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat menghentikan penyidikan kasus pidana bidang perpajakan maksimal selama enam bulan sejak tanggal surat permintaan yang dibuat Menkeu. Sebelumnya, Dirjen Pajak diminta Menkeu meneliti dan memberi pendapat sebagai bahan pertimbangan. Surat yang diajukan WP kepada Menkeu harus dilengkapi pernyataan berisi pengakuan bersalah dan kesanggupan pelunasan pembayaran pajak dan sanksi.
Ditjen Pajak yang mengetahui kasus ini mengatakan kemungkinan penambahan nilai kerugian negara terjadi karena dalam proses penyidikan yang dilaksanakan, penyidik menemukan komponen biaya pada  PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang tidak sesuai dengan seharusnya, sehingga menyebabkan besaran pajak yang dibayarkan menjadi kecil. Itu salah satunya dari biaya bunga pinjaman. Kami sedang menelusuri,  nilainya bisa mencapai ratusan miliar rupiah.    Komponen biaya merupakan salah satu komponen yang bisa dikurangkan dari penghasilan bruto dalam rangka penentuan penghasilan kena pajak (PKP). Namun, berdasarkan ketentuan perpajakan, tidak semua komponen biaya bisa dikurangkan dari penghasilan bruto.
Saat meminta penjelasan lebih lanjut mengenai komponen biaya apa saja yang dimaksud, dia enggan menjelaskannya. Pelaksana tugas (Plt) Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Pontas Pane ketika dikonfirmasi enggan berkomentar banyak soal perkembangan penyidikan ketiga kasus tersebut.  Namun, menurut dia, Ditjen Pajak terus melaksanakan proses penyidikan meski terjadi resistensi dari pihak saksi maupun tersangka.
          
Direktorat Jenderal Pajak saat ini mengusut kasus dugaan pidana pajak oleh tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC), Bumi, dan PT Arutmin Indonesia. Ketiganya diduga menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan tahun pajak 2007 secara tidak benar. Untuk KPC dan Bumi, Ditjen Pajak telah melakukan penyidikan sementara untuk Arutmin masih dalam proses pemeriksaan bukti permulaan. Terkait pelaksanaan penyidikan tersebut,  mengungkapkan tim penyidik Ditjen Pajak mengalami kesulitan memanggil saksi. Tidak tahu kenapa, tapi memang informasi yang kami dapat menyebutkan di dalam mereka (Grup Bakrie) sudah ada tekanan.” Menurut dia, pemanggilan terhadap tersangka juga mengalami hambatan karena yang bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik pajak dengan alasan sedang sakit.  “Kami sudah panggil sekali, nanti tak lama lagi akan kami panggil kedua kali. Kalau juga tak dipenuhi akan kami panggil paksa dibantu Kepolisian,” tegasnya.
Dengan adanya masalah ini, kita bisa melihat bahwa sebagai perusahaan yang telah Go Publik masih adanya indikasi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut masih belum menerapkan prinsip-prinsip good corporat governance, walaupun masih sebatas dugaan tetapi asumsi-asumsi negative telah mengarah kesana. Untuk bisa memastikannya lebih jauh maka harus dilakukan penyidikan lebih lanjut, tetapi untuk dampak sementara akibat adanya dugaan ini, investor sudah mulai ragu untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan tersebut.
Didalam konsep good governance setiap informasi yang hendakkan disampaikan harus terbuka dan akurat, jauh dari manipulasi dan hal-hal yang menyesatkan, sebab dengan diterapkannya Prinsip corporate governancediharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor.

UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK

Pajak adalah salah satu tiang yang sangat penting bagi perekonomian di sebuah Negara. Tanpa pajak, Negara tidak mampu membiayai pembangunan. Tanpa pajak pula, pemerintah mustahil bisa menggaji para pegawai dan mensejahterakan rakyatnya. Karena itu, pemerintah harus sangat serius dalam menindak para pengemplang pajak. Tapi, apa buktinya, premis itu jauh lebih gampang diucapkan dari pada dilakukan. Faktanya pemerintah kerap gagal menghadapi para pengemplang dan penggelap pajak.
Munculnya kembali kasus dugaan pengemplangan pajak yang dilakukan oleh kelompok usaha Bakrie, menambah bukti yang kuat betapa sulitnya bertindak tegas terhadap wajib pajak (WP) ukuran besar. Yang cenderung terjadi adalah pemeerintah lebih banyak bersikap longgar terhadap mereka. Tersebutlah 3 perusahaan group Bakrie yang dilaporkan telah lalai membayar pajak sebesar Rp 2,1 Triliun. Perusahaan itu adalah PT.Bumi Resource, PT Kaltim Prima Coal (KPC), dan PT Arutmin Indonesia. PT Bumi menunggak pajak sebesar Rp 376 Milyar, KPC sebesar 1,5 Triliun, dan PT Arutmin senilai 300 Milyar.
Kasus tentang itu sebenarnya telah muncul tahun lalu terkait dengan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2007. Namun, pemerintah tidak tegas menyelesaikan kasus itu, sehingga kini muncul kembali dengan persoalan yang lebih kompleks karena urusan pajak itu di kait-kaitkan dengan kasus Bank Century, yang ditenggarai mempengaruhi sikap golkar yang kini dipimpin Aburizal Bakrie. Sudah tepat langkah Ditjen Pajak untuk memidanakan group Bakrie dalam kasus dugaan pengemplangan pajak itu. Tunggakan pajak sebesar 2,1 Triliun itu adalah jumlah yang sangat bernilai bagi rakyat.(Media Indonesia) Anak perusahaan group Bakrie itu terancam membayar denda tunggakan pajak sebesar 4 kali lipat dari nilai pokok tunggakan / diwajibkan membayar sebesar 10,5 Triliun.
Pengemplang pajak biasanya disebut juga dengan korupsi, kejahatan pajak, mengemplang hutang yang ditanggung oleh rakyat. Terkait dengan masih tingginya tunggakan pajak yang dilakukan sejumlah wajib pajak di Indonesia dan penyalahgunaannya maka hal tersebut seharusnya segera dituntaskan karena dinilai merugikan perekonomian Negara. Diharapkan pemerintah segera menangani setiap pelanggaran pajak dan diberi sanksi pidana pajak yang tegas.
Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan masyaraat. Karena kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara operasional hukum juga dituntut untuk selalu mengubah dirinya. Dewasa ini, dunia hukum di Indonesia sedang dalam masa disintegrated. Disatu satu pihak, tatanan hukum lama yang berasal dari hukum kolonial dan hukum adat, bahkan hukum yang telah dibentuk setelah kemerdekaan banyak yang telah usang. Dan dilain pihak, tatanan alternatif dari hukum baru belum juga terbentuk. Bahkan platform yang jelas belumpun diketahui, ditambah dengan sector pengetahuan ekonomi yang semangatnya digenjot menggebu-gebu, tercipalah distorsi kedalam sektor bisnis dan ekonomi itu sendiri.

Konsekuensi logisnya, tidak terlalu mengherankan jika dewasa ini sangat merajalela terjadinya praktek bisnis yang tidak fair. Seperti persaingan curang, monopoli, ologopoli, kartel, pemberian fasilitas dan akumulasi sumber daya ekonomi di tangan satu atau dua konglomerat, bisnis dan perizinan yang dilandasi pada koneksi, suap menyuap dan lobi yang kental, birokrasi dan prosedur yang berbelit-belit dan termasuk juga adanya dugaan skandal penggelapan pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dibawah naungan Bakri Group. Hal ini menandakan hukum bisnis tidak berperan, baik karena kevakuman, kebobrokan atau ketidak jelasan aturan main, atau karena Law Enforcement nya yang kurang sigap kalaupun tidak dibilang lumpuh total.
Bila terdapat pelanggaran, konsekuensinya akan berhadapan dengan sanksi hukum sesuai dengan jenis dan kualitas pelanggaran. Upaya untuk melakukan penegakan hukum harus berlangsung secara konsisten dengan tetap memperhatikan kepentingan perkembangan Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memiliki kewenangan yang sangat besar untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kepada industri pasar modal diharapkan mampu menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diamanatkan UU tersebut.
Disamping itu, untuk menjalankan pengawasan secara represif, Bapepam diberi kewenangan melakukan pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang tata cara pemeriksaan di Pasar Modal. Dalam rangka itulah maka sesuai dengan amanah yang digariskan dalam Undang-Undang Pasar Modal, bahwa dalam rangka menyempurnakan pengaturan pasar modal telah dikeluarkan serangkaian peraturan yang memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para pelaku pasar modal.
Mengenai tingkat kesalahan yang disyaratkan adalah berupa “kesengajaan”(mengetahui), dan “kelalaian” (kurang hati-hati). Ini berarti sebagaiGeneral Law dapat dikatakan bahwa setiap pihak yang terlibat di pasar modal dapat dimintakan pertanggung jawab hukum, apabila padanya terdapat unsur kesalahan.

Dalam hukum pidana kesalahan dapat terwujud kejahatan dan pelanggaran, sedangkan dalam hukum perdata, jika tanggung jawab tersebut berasal dari perbuatan melawan hukum (in casu Pasal 1365 BW) atau malpraktek, maka wujudnya dapat berupa perbuatan dengan unsur kesengajaan (on purpose), atau kurang hati-hati (negligence). Jika perbuatan tersebut bersumber dari suatu perjanjian (vide buku ke-III BW), maka kesalahan tersebut akan berwujud ingkar janji (on default). Disamping itu kesalahan dapat pula dalam bentuk kesalahan moral, sehingga mereka harus tunduk pada masing-masing kode etik profesi, ataupun kesalahan yang ancamannya hanya berupak sanksi administrasi.
Bersalah tidaknya para pelaku di Perusahaan-perusahaan bakri Group juga dapat dikukur dengan kriteria dalam bidang apakah akibat dari kesalahan itu terjadi. Kalau terjadi kekeliruan dalam bidang keuangan, maka akuntan public ikut bertanggung jawab, dan kalau dalam bidang hukum, konsultan hukumnya dan layak diminta tanggung jawab. Tanggung jawab profesi penunjang juga terbatas mengingat mereka pada prinsipnya hanya mempunyai tanggung jawab “berasumsi” atau tanggung jawab “di atas kertas”. Artinya, tanggung jawab mereka hanya beralaskan asumsi bahwa seluruh dokumen yag tersedia adalah benar. Misalnya jika ada diantara dokumen tersebut yang tidak benar isinya atau palsu sehingga analisis mereka menjadi tidak akurat, maka hal tersebut berada diluar tanggung jawab mereka. Pihak yang memalsukan dokumenlah yang lebih bertanggung jawab.
Pihak penjamin emisi juga penyandang tanggung jawab yang berat, mengingat dialah yang sangat jauh terlibat dalam proses emisi saham, dan dia pulalah yang memegang komando dan menentukan policy. Disamping itu, Bapepam, sebagai badan pengawas juga tidak bisa dilepaskan tanggung jawab hukumnya. Dalam ilmu hukum dikenal prinsip siapa yang bersalah harus dihukum. Kalau Bapepam yang besalah, yaitu adanya unsur kesengajaan atau keteledoran, maka tidak reasonable jika Bapepam dilepaskan dari tanggung jawabnya, sungguhpun ada kewajiban menempatkan kalimat dalam prospectus yang berbunyi Bapepam tidak memberikan pernyataan menyetuju dan seterusnya.
Pada saat ini upaya berkesinambungan dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat agar hukum dapat mengayomi dan menjadi landasan bagi kegiatan masyarakat dan pembangunan. Adanya kepastian hukum merupakan wahana untuk timbulnya kepercayaan kepada pasar. Salah satu syarat agar pasar modal mampu mengembangkan perekonomian Indonesia adalah kejahatan di pasar modal khususnya penggelapan pajak harus dapat ditemukan dan diselesaikan melalui hukum yang berlaku baik itu kebiasaan maupun karena telah diatur dalam aturan di pasar modal.

Walaupun media sedang gencar-gencarnya memberitakan skandal penggelapan dana pajak yang paling besar dalam sejarah yang ada, namun perlawanan dari pihak Bakri Group terhadap hal tersebut tetap ada, yakni upaya PT Kaltim Prima Coal (KPC) untuk menghentikan penyidikan yang dilakukan Ditjen Pajak, harus kandas setelah PN Jakarta Selatan menyatakan permohonan praperadilan KPC tak dapat diterima. Hakim tunggal sidang praperadilan Prasetyo tersebut menyatakan permohonan praperadilan KPC tak masuk obyek praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP.  
Dirjen Pajak dan Departemen Keuangan harus segera menyelesaikan kasus dugaan penggelapan pajak yang terjadi dalam kurun waktu 2003-2008 oleh PT Bumi Resources Tbk. Jika berlarut-larut justru menimbulkan kecurigaan proses penyelesaiannya telah disusupi oleh mafia hukum.  Selain itu BEI (Bursa Efek Indonesia) harus aktif melakukan penyelidikan dugaan penggelapan pajak, karena ini menyangkut perusahaan publik, yang seharusnya semua  laporan keuangannya terbuka. Kalau benar ada penggelapan pajak,  berarti ada yang disembunyikan dari publik.

SOLUSI

Dalam kasus dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan Bakrie Group,perusahaan mengemukakan bahwa dalam menghadapi masa sulit diperlukan efisiensi. Berkaitan dengan hal tersebut, efisiensi yang paling cepat untuk dapat dilakukan adalah dengan mengurangi pengeluaran, seperti memanipulasi laporan pajak, mengurangi tenaga kerja, dan lain-lain. Alasan efisiensi tersebut tak lain adalah konsekuensi dari globalisasi yang memadatkan jarak dan waktu memang menuntut kompetisi ekonomi global menjadi kian sengit dengan tenggat waktu yang amat cepat. Dengan demikian, sebuah transaksi bisnis tak lagi memakan waktu yang lama seperti dahulu kala. Kini, untuk melakukan transaksi bisnis antar benua bahkan cukup memakan waktu dalam hitungan detik saja. Hal tersebut tentu menuntut perusahaan pada situasi yang amat kompetitif yang menimbulkan konsekuensi ketat bahwa kegagalan berefisiensi akan membuat perusahaan ketinggalan dan kehilangan kesempatan.
Efisiensi menjadi kata kunci bagi perusahaan untuk mengejar keuntungan yang berpacu dalam persaingan global tersebut. Namun menurut Robert Cooter, sesungguhnya efisiensi bukan sekadar dipacu oleh persaingan global terlebih memang sejak awalnya sudah menjadi sifat pengusaha untuk melakukan efisiensi dan maksimalisasi hasil usaha
Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa ekonomi menghasilkan sebuah teori tingkah laku/perilaku untuk memprediksi bagaimana respon manusia terhadap perubahan-perubahan  dalam hukum. Teori ini melampaui intuisi, hanya sebagai ilmu sains yang melampaui akal biasa (common sense). Ilmu Ekonomi memprediksi efek kebijakan terhadap efisiensi. Efisiensi selalu berhubungan dengan pembuatan kebijakan, karena akan selalu lebih baik mencapai semua kebijakan-kebijakan yang ada dengan biaya yang rendah daripada dengan biaya yang tinggi. Pejabat umum tidak pernah menyokong uang yang siasia/pemborosan.
Selain efisiensi, Ilmu ekonomi yang juga memprediksi efek dari kebijakan-kebijakan dalam nilai penting lainnya adalah distribusi. Diantara penerapan ilmu ekonomi itu terhadap kebijakan publik adalah penggunaannya untuk memprediksi siapa sebenarnya yang dibebankan berbagai macam pajak. Lebih daripada penelitian ilmu-ilmu sosial, ahli ekonomi memahami bagaimana hukum memberi dampak terhadap distribusi pendapatan dan kesejahteraan disegala lapisan sosial. Sementara ahli ekonomi seringkali merekomendasikan perubahan untuk peningkatan efisiensi, mereka mencoba menghindari sengketa tentang distribusi, biasanya memberikan rekomendasi tentang distribusi kepada pengambil kebijakan (policy makers) atau pemilih (voters).

SUMBER :


























Jumat, 29 April 2016

CYBER CRIME

Pengertian Cybercrime
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengan computer crime. 
The U.S. Department of Justice memberikan pengertiencomputer crime sebagai:
“…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”.
Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai:
”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.
Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwacybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.
Karakteristik Cybercrime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:
a. Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
  b. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.
Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
1.      Ruang lingkup kejahatan
2.      Sifat kejahatan
3.      Pelaku kejahatan
4.      Modus Kejahatan
5.      Jenis kerugian yang ditimbulkan
Jenis Cybercrime
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
  a. Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probingdan port merupakan contoh kejahatan ini.
  b. Illegal Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
  c. Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
d. Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
  e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
  f. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
 g. Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
  h. Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
  i. Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
  j. Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
 k. Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut :
·         Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
·         Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya.
·         Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
·         Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai DoktorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.
Berdasarkan Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :
a.   Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
b.   Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.
Berdasarkan Sasaran Kejahatan
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti berikut ini :
  a. Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
·         Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
·         Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
·         Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
 b. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
c. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.
Penanggulangan Cybercrime
Aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyberspace. Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini cara penanggulangannya :
  a. Mengamankan sistem
Tujuan yang nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan data. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melaui jaringan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP, SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server.
  b. Penanggulangan Global
The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah memublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime : Analysis of Legal Policy. Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah :
1.      melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya.
2.      meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
3.      meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
4.      meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
5.      meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime.

Perlunya Dukungan Lembaga Khusus
Lembaga-lembaga khusus, baik milik pemerintah maupun NGO (Non Government Organization), diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan di internet. Amerika Serikat memiliki komputer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai sebuah divisi khusus dari U.S. Departement of Justice. Institusi ini memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.
Saat ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan cyber crime, para Penyidik ( khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yg ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime , diantaranya yaitu :

1. KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana )
- Pasal 362 KUHP Tentang pencurian ( Kasus carding )
- Pasal 378 KUHP tentang Penipuan ( Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang)
- Pasal 311 KUHP Pencemaran nama Baik ( melalui media internet dengan mengirim email kepada Korban maupun teman-teman korban)
- Pasal 303 KUHP Perjudian (permainan judi online)
- Pasal 282 KUHP Pornografi ( Penyebaran pornografi melalui media internet).
- Pasal 282 dan 311 KUHP ( tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet).
-   Pasal 378 dan 362 (Tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membayar, dengan kartu kredit hasil curian )
2. Undang-Undang No.19 Thn 2002 Tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program Komputer atau software
3. Undang-Undang No.36 Thn 1999 tentang Telekomunikasi, ( penyalahgunaan Internet yang menggangu ketertiban umum atau pribadi).
4. Undang-undang No.25 Thn 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15 Tahun 2002 Tentang Pencucian Uang.
5. UU ITE Thn 2008 (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik), Tentang penyampaian informasi, komunikasi, transaksi, dalam hal pembuktian serta perbuatan yang terkait dengan teknologi.

Contoh kasus di Indonesia
Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain. Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang dicuri dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, pencurian account cukup menangkap userid dan password saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya benda yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunaan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung. Membajak situs web. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Probing dan port scanning. Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan port scanning atau probing untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau port scanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah nmap (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan Superscan (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan. Sedemikian kompleksnya bentuk kejahatan mayantara dan permasalahnnya menunjukan perlunya seorang profesional yang secara khusus membidangi permasalahan tersebut untuk mengatasi atau setidaknya mencegah tindak kejahatan cyber dengan keahlian yang dimilikinya. Demikian pula dengan perangkat hukum atau bahkan hakimnya sekalipun perlu dibekali pengetahuan yang cukup mengenai kejahatan mayantara ini disamping tersedianya sarana yuridis (produk undang-undang) untuk menjerat sang pelaku
SUMBER
.