Jumat, 08 April 2016

Pengertian E-Commerce



Electronic Commerce (E-Commerce) didefinisikan sebagai proses pembelian dan penjualan produk, jasa dan informasi yang dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan jaringan komputer. Salah satu jaringan yang digunakan adalah internet.




E-Commerce terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :


1. Business-to-Consumers (B2C)

adalah kegiatan E-businesses dalam pelayanan secara langsung kepada konsumen melalui barang atau jasa. Dengan penjualan langsung di internet dan pemesanan dapat langsung dilakukan oleh konsumen karena biaya sudah tercantum.
contoh : Asus Store adalah sebuah website E-Commerse yang baru didirikan oleh Asus yang menjual smartphone buatan asus langsung kepada konsumen. Oleh karena itu asus store juga termasuk kedalam Website E-Commerse B2C.


 2.Business to Business (B2B)

Jenis e-commerce Business to Business atau B2B adalah bisnis yang dilakukan oleh orang atau pihak yang saling memiliki kepentingan bisnis, atau bisa juga disebut bisnis antar perusahaan.

Biasanya bisnis B2B dilakukan menggunakan EDI (Electronic Data Interchange) dan email yang berguna untuk pembelian barang dan jasa, informasi dan konsultasi, atau pengiriman dan permintaan proposal bisnis.

EDI (Electronic Data Interchange) adalah proses transfer data yang terstruktur, dalam format standar yang disetujui, dari satu sistem komputer ke sistem komputer lainnya, dalam bentuk elektronik.

Contoh website E-commerce B2B adalah :PT Krakatau Steel (www.krakatausteel.com)


PT Krakatau Steel adalah perusahaan baja terbesar di Indonesia, untuk melakukan pemesanan baja di Krakatau Steel setiap perusahaan harus mendaftarkan perusahaannya. Setelah terdaftar Perusahaan  Mitra dapat memesan baja di Krakatau Steel dengan menggunakan EDI.



 3. Consumer-to-consumer (C2C)

adalah model e-commerce yang menjamur di Indonesia saat ini. Contoh dari C2C adalah iklan baris dan toko-toko buku online dadakan (dimiliki oleh individu yang umumnya memanfaatkan layanan blog gratis seperti blogspot).

Beberapa fasilitas (situs) yang digunakan untuk dapat melakukan aktivitas C2C ini, diantaranya sebagai berikut:




4.Consumer to Bisnis (C2B)

C2B (Consumer to Business) merupakan kebalikan dari Business to Consumer (B2C), dimana konsumen akhir bertindak sebagai penjual sedangkan perusahaan bertindak sebagai pembeli dan aktivitas ini dilakukan secara elektronis yang tentunya dengan menggunakan jaringan internet.

Contoh C2B  Yaitu :

-          Google Play (http://play.google.com/)


Google Play adalah layanan konten digital milik Google yang melingkupi toko untuk produk-produk seperti musik/lagu, buku, aplikasi, permainan. Para pengembang dapat mengupload produk – produk nya di google play. Produk yang telah di upload ke google play kemudian akan ditawarkan oleh google ke pengguna. Dengan kerjasama ini berarti pengembang bertindak sebagai consumer dan google sebagai business yang menampung produk- produk dari para pengembang.

5. Intrabusiness(Intraorganizational)Commerce
Pada jenis ini, organisasi menggunakan E-Commerce untuk meningkatkan kegiatan operasi organisasinya. Hal ini dikenal juga dengan sebutan Businessto- Employee (B2E).
Contohnya: seorang karyawan yang ingin mengambil cuti, tidak perlu lagi menghadap bagian kepegawaian. Ia dapat mengakses situs resmi perusahaan dan mengajukan permohonan cuti tersebut. Atau seorang karyawan yang ingin mendapatkan tunjangan kesehatan karena dirawat di rumah sakit, cukup mengakses situs resmi perusahaan dan mengisi formulir secara online. 


TRADEWORLD tradeworld
BHINEKA bhineka
FASTNCHEAP fastncheap


6. Government-to-Citizens (G2C) and to others
Pemerintah menyediakan layanan kepada masyarakat melalui teknologi ECommerce. Pemerintah juga dapat melakukan bisnis dengan pemerintah lain (Government-to-Government / G2G) demikian juga dengan organisasi lain (Government-to-Business / G2B).

7. Mobile Commerce (m-Commerce)
E-Commerce yang dilaksanakan pada lingkungan tanpa kabel (wireless environment), seperti menggunakan telepon seluler untuk akses internet.  


Peraturan tetntang E-Commerce

Total nilai pasar e-commerce Indonesia pertengahan tahun 2013-Januari 2014 diprediksi oleh Vela Asia dan Google akan mencapai USD 8 miliar dan diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai angka USD 24 miliar. Visa memperkirakan online shopping di Indonesia akan tumbuh 40% tahun ini dan 53% tahun depan, dari 23% tahun lalu. Mengingat pertumbuhan e-commerce yang pesat tersebut, aturan terkait e-commerce telah banyak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. “Pengaturan e-Commerce merupakan amanah UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan,” 

Peraturan yang mengatur bisnis e-commerce Indonesia di UU No.7 Tahun 2014 ada di BAB VIII – Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Isinya adalah sebagai berikut:

BAB VIII

PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK

Pasal 65

1) Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar.

2) Setiap Pelaku Usaha dilarang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3) Penggunaan sistem elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

4) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

  1. a) identitas dan legalitas Pelaku Usaha sebagai produsen atau Pelaku Usaha Distribusi;
  2. b) persyaratan teknis Barang yang ditawarkan;
  3. c) persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang ditawarkan;
  4. d) harga dan cara pembayaran Barang dan/atau Jasa; dan
  5. e) cara penyerahan Barang.

5) Dalam hal terjadi sengketa terkait dengan transaksi dagang melalui sistem elektronik, orang atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya.

6) Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin.


Tidak seperti Barang Kena Pajak yang ada restitusi PPN jika Barang Kena Pajak tersebut dibeli oleh turis asing dan dimanfaatkan oleh turis asing itu di luar negeri, dalam jasa kena pajak yang diserahkan di daerah pabean Indonesia dan dimanfaatkan di luar negeri dikenai PPN dan tidak ada restitusi PPN. Hal tersebut karena identifikasi pemanfaatan Barang Kena Pajak lebih mudah daripada pemanfaatan Jasa Kena Pajak.

Kalau bicara barang (kena pajak) mungkin gampang, seperti sekarang ada restitusi PPN atas Pembelian Barang Kena Pajak oleh turis asing, kita gampang identifikasikannya bahwa barang tersebut dibeli di toko tertentu, faktur pajaknya ada, dan pembelinya memegang passport asing di sini juga baru beberapa lama dan akan kembali ke luar negeri maka ini ok akan dikonsumsikan di luar negeri. Maka PPN akan kita kembalikan tapi kalau jasa susah untuk kita identifikasi oleh karena itu dalam UU PPN diatur dimana jasa tersebut diserahkan tidak melihat siapa yang memanfaatkan.


Setelah UU Perdagangan disahkan, apa saja ancaman pidana yang ada di dalamnya? Setidaknya,ada 13 ketentuan pidana yang tercantum di dalam UU Perdagangan dan patut menjadi perhatian pelaku usaha. Ketentuan pidana dalam UU Perdagangan terdapat dalam pasal 104 sampai 116. Ancaman pidananya pun beragam,mulai dari pidana penjara selama 1 tahun hingga 12 tahun. Berikut penjelasannya.

Pasal 104 memberikan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar rupiah jika pelaku usaha tidak menggunakan atau tidak melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan dalam negeri. Pasal 105 mengatur sanksi pidana bagi pelaku usaha yang menerapkan sistem skema piramida dan dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10miliar.

Selanjutnya pasal 106 berlaku bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan tidak memiliki perizinan dibidang perdagangan yang diberikan oleh Menteri dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp10 miliar. Pasal 107 menerapkan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar rupiah jika menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang.

Pasal 108 berlaku pidana penjara selama paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 miliar bagi pelaku usaha yang melakukan manipulasi data dan/atau informasi mengenai persediaan barang kebutuhan pokok atau barang penting lainnya. Pasal 109 mengatur pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar bagi produsen atau importir yang memperdagangkan barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup yang tidak didaftarkan pada Menteri.

Untuk pasal 110 mengatur sanksi pidana paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar jika pelaku usaha memperdagangkan barang dan atau jasa yang ditetapkan sebagai barang dan atau jasa yang larang diperdagangkan. Pasal 111 memberikan ancaman pidana paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar bagi setiap importir yang mengimpor barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (1).

Dalam pasal 112 ayat (1), ancaman pidana paling lama 5 tahun dan atau pidana denda Rp5 miliar bagi pelaku eksportir yang mengekspor barnag yang ditetapkan sebagai barang yang dilarang untuk diekspor, 112 ayat (2) sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda Rp5 miliar bagi importir yang mengimpor barang yang ditetapkan sebagai barang yang dilarang untuk diimpor.

Sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar bagi pelaku usaa yang memperdagangkan barang di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI yang telah diberlakukan secara wajib atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib diatur dalam pasal 113. Sedangkan pasal 114 memberikan ancaman sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar bagi penyedia jasa yang memperdagangkan jasa di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI, persyaratan teknis atau kualifikasi yang telah diberlakukan secara wajib.

Sementara,pasal 115 memberikan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp12 miliar bagi setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan atau jasa dengan mempergunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan atau informasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 ayat (2). Terakhir, pasal 116 berlaku sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar bagi pelaku usaha yang menyelenggarakan pameran dagang dengan megikutsertakan peserta dan atau produk yang dipromosikan berasal dari luar negeri.


 



 sumber referensi:










Tidak ada komentar:

Posting Komentar